Grafiknews.com, Bandar Lampung- Pengolahan biodiesel berbahan dasar minyak nabati menggunakan katalis CaO (kalsium oksida) sudah banyak dipakai dalam industri biodiesel. Namun sayangnya, katalis CaO yang merupakan katalis homogen, masih menyisakan sabun yang bersifat korosif (merusak) pada produk. Untuk itu, dibutuhkan proses lanjutan pemisahan sabun dengan biodiesel murni. Hal ini, tentu saja meningkatkan biaya produksi biodiesel.
Oleh sebab itu, Nugraha Bramanthio, mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas MIPA Univeritas Lampung (Unila) di bawah bimbingan dosen Prof. Dr. Kamisah Delilawati Pandiangan, S.Si., M.Si., melakukan penelitian pengembangan katalis padat atau katalis heterogen yang lebih baik sebagai katalisator dalam produksi biodiesel.
“Pada penelitian ini, saya membuat katalis heterogen CaO/SiO2, yaitu campuran kalsium oksida (CaO) yang diambil dari batu kapur dengan silika (SiO2) dari sekam padi. Kelebihan katalis heterogen ini tidak menyisakan sabun yang bersifat korosif sehingga tidak memerlukan proses lanjutan,”ujar Nugraha, beberapa waktu lalu.
Nugraha merupakan salah satu mahasiswa yang terlibat dalam riset Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di bawah bimbingan dosen Prof. Dr. Kamisah Delilawati Pandiangan, S.Si., M.Si. Program riset MBKM ini merupakan terobosan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Unila dengan menganggarkan dana hibah riset bagi dosen. Syaratnya, dosen wajib mengajak 10-20 mahasiswa dalam kegiatan riset.
Menurut Nugraha, kegiatan penelitian dilakukan tiga tahap yakni preparasi katalis, uji karakterisasi, dan uji aplikasi katalis. Penelitian dilaksanakan di dua tempat. Untuk preparasi katalis heterogen CaO/SiO2 dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Unila.
Lalu, analisis karakterisasi x–ray fluorescence (XRF), x–ray diffraction (XRD), dan scanning electron microscopy (SEM) dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tanjungbintang, Lampung Selatan. Kemudian uji aktivitas CaO/SiO2 sebagai katalis pada reaksi transesterifikasi minyak kelapa untuk produksi biodiesel dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Unila.
Dia menjelaskan, preparasi CaO dilakukan dengan metode kalsinasi yaitu memanaskan batu kapur pada oven dengan suhu 600°c selama enam jam, sehingga diperoleh kapur tohor atau kapur bakar kering.
“Jadi kandungan air yang ada di dalam batu kapurnya akan habis dan menjadi kapur kering,” ujar Nugraha.
Selanjutnya, dilakukan preparasi SiO2 yang diambil dari sekam padi. Silika sekam padi diperoleh dengan menggunakan metode ekstraksi alkali. Sekam padi terlebih dahulu dibersihkan dengan dicuci dan dijemur hingga kering. Lalu, sebanyak 200 g sekam padi dimasukkan ke dalam wadah tahan panas, direndam dalam 2 L larutan NaOH 1,5%, dipanaskan di atas kompor sampai mendidih dan terus diaduk selama 30 menit.
Setelah itu, sampel didiamkan selama 24 jam, lalu disaring dan filtrat yang mengandung silika terlarut (sol silika) ditampung. Untuk mengendapkan silika, filtrat ditambahkan dengan larutan HNO3 10% secara bertahap hingga pH mencapai 6,8-7 dan terbentuk gel silika.
Gel silika yang terbentuk didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam. Selanjutnya, gel silika dicuci dengan air panas hingga bersih. Gel silika yang telah bersih dikeringkan di dalam oven pada suhu 80oc, dihaluskan, dan disaring menggunakan saringan 200 mesh.
“Nah, setelah itu baru dilakukan sintesis katalis heterogen CaO/SiO2-nya menggunakan teknil sol gel,” tutur Nugraha.
Caranya, 20 g silika kering hasil ekstraksi dilarutkan ke dalam 600 ml larutan NaOH 1,5% kemudian larutan diaduk dengan pengaduk magnetik sampai terbentuk sol silika. Selanjutnya ke dalam sol silika tersebut ditambahkan dopan CaO yang berasal dari senyawa Ca(NO3)2.6H2O yang sudah dilarutkan dalam HNO3 pekat.
“Kami melakukan lima variasi komposisi campuran CaO dan SiO2, yaitu 1:1; 1:2; 1:3; 1:5; dan 1:10. Cara perlakuannya sama, yakni dengan mengaduk larutan menggunakan pengaduk magnetik agar distribusi logam merata, pH-nya dikontrol hingga terjadi pembentukan gel. Gel ini kemudian disaring dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 110°c selama 24 jam untuk menghilangkan kadar air,” urai Nugraha.
CaO/SiO2 kering ini kemudian dihaluskan dan selanjutnya dikalsinasi (dipanaskan) pada suhu yang berbeda yakni 500, 600, 700, 800, dan 900°c.
Masing-masing katalis diujicobakan pada reaksi transesterifikasi. Percobaan dilakukan dengan menggunakan volume minyak kelapa, metanol, dan jumlah katalis konstan yang dimasukkan ke dalam reaktor transesterifikasi.
Transesterifikasi dilakukan pada suhu konstan 70°c selama enam jam. Semua jenis katalis yang telah dikalsinasi pada suhu yang sama diujicobakan untuk mendapatkan katalis terbaik pada suhu kalsinasi tertentu.
Katalis terbaik selanjutnya digunakan untuk penentuan pengaruh variabel kinetis lainnya yakni nisbah metanol terhadap minyak kelapa, jumlah katalis, dan waktu transesterifikasi. Penggunaan CaO/SiO2 dengan variasi komposisi 1:1, 1:2, 1:3, 1:5, dan 1:10 sebanyak 10%, sebagai katalis reaksi transesterifikasi minyak kelapa dengan metanol waktu empat jam dan suhu 70⁰c.
Diperoleh hasil konversi terbaik pada perbandingan minyak methanol yakni pada 1:4, 1:5, dan 1:6. Kemudian dilanjutkan uji aktivitas katalitik dengan kondisi percobaan menggunakan jumlah katalis yang divariasikan, perbandingan minyak dengan methanol yaitu 1:4, waktu 4 jam, dan suhu 70⁰c. Konversi terbaik yang diperoleh dengan variasi jumlah katalis sebesar 10% dan nisbah minyak metanol (1:4) dengan konversi sebesar 100%.
Untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa yang terdapat dalam produk transesterifikasi, sampel dianalisis menggunakan GC-MS.
“Hasil penelitian ini menunjukkan katalis heterogen yang disintesis memiliki aktivitas yang baik untuk memproduksi campuran metil ester dari reaksi transesterifikasi minyak kelapa dengan metanol. Analisis GC-MS juga menunjukkan kandungan-kandungan yang sesuai untuk biodiesel,” kata Nugraha. [*]