Grafiknews.com, Bandar Lampung – Rumah Perempuan dan Anak (RPA) memaparkan dalam jangka waktu tiga jam ada sekitar 35 kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Lampung.
“Ada 35 kekerasan dalam jangka 3 jam dan sepanjang 2021 ada 50 kasus kekerasan terhadap perempuan,” Ujar Pembina RPA Provinsi Lampung Erina Pane di Ruang Rapat Komisi DPRD Lampung, Senin (3/1/2022).
Menerima audiensi rumah perempuan dan anak, Anggota DPRD seperti Ketua DPRD Lampung Mingrum Gumay, Wakil Ketua II Ririn Kuswantari, Ketua Komisi V Yanuar Irawan, anggota Komisi V Jauharoh Haddad, Ketua Fraksi PDI-Perjuangan DPRD Lampung Apriliati dan lainnya.
Erina menyampaikan penyebab banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yakni tidak adanya rumah aman untuk berlindung, terbatasnya ekonomi, masalah keluarga serta payung hukum yang diduga kurang kuat.
“Banyak sekali kasus kekerasan bahkan kekerasan seksual kemarin dilakukan oleh guru ngajinya sendiri, itu artinya, tidak ada ruang aman lagi untuk perempuan dan anak di Lampung,” tambahnya.
Kemudian, Rumah Perempuan dan Anak (RPA) meminta DPRD Lampung untuk segera mengesahkan RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) guna melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan seksual.
“Kami sampaikan hari ini adalah aspirasi masyarakat Lampung untuk diteruskan ke DPRD dan DPRD meneruskan ke DPR RI. Tidak ada hal lain yang kami perjuangkan selain melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak,” ujarnya.
Hal tersebut juga mendapat dukungan dari Ketua Bapemperda DPRD provinsi Lampung Jauharo Haddad yang juga pembina RPA.
“Kalau RUU TPKS ini disahkan menjadi undang-undang maka tindak lanjut dari pemerintah daerah jika diperlukan akan membuat raperda terkait undang-undang tersebut,” tuturnya.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Lampung, Aprilliati mengatakan Ketua DPR RI, Puan Maharani juga sepakat untuk segera mengagendakan pengesahan RUU TPKS yang sempat tertunda pada 16 Desember 2021 lalu.
Aprilliati mengatakan, hal ini sesuai dengan sikap diklat kader PDI Perjuangan dan koordinasi DPP bidang perempuan.
Selanjutnya, ia bersama ratusan kader PDIP Perjuangan siap menyatakan bersedia menandatangani petisi untuk mengutuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kami mengapresiasi dan berani menandatangani petisi ini karena perjuangan ini satu tarikan nafas,” kata anggota Komisi V DPRD Lampung ini.
Pengesahan RUU ini merupakan domain DPR RI. Sehingga DPRD di daerah sebatas menampung aspirasi dan selanjutnya akan pelajari untuk diteruskan ke DPR RI sebagai gerakan moral.
“Ada mahasiswa dari UBL, Unila, Teknokrat sehingga kita berharap gerakan ini bisa diakomodir DPR RI karena anak adalah generasi,”
Sementara, Wakil Ketua II DPRD Lampung Ririn Kuswantari mengatakan, akan segera menyampaikan aspirasi masyarakat Lampung tentang percepatan pengesahan RUU TPKS Tahun 2022 guna melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan seksual.
“Kami berharap kami bisa menjadi lembaga bersayap untuk sebagai pendengar, penyampai dan juga sekaligus pejuang aspirasi yang disampaikan oleh seluruh masyarakat supaya aspirasi itu dapat kami wujudkan secepatnya,” kata Ririn.
“Terkait dengan aspirasi yang disampaikan oleh RPA Lampung dan sahabat lainnya saya sangat menyetujui bahwa RUU TPKS untuk segera disahkan. Dan kesimpulan akhir saya sepakat bahwa RUU TPKS sudah menjadi kebutuhan kita bersama, karena dapat melindungi anak-anak baik itu perempuan dan laki-laki,” pungkasnya. (*)