Grafiknews.com, Tanggamus – Transaksi jual beli lahan perkebunan seluas 40.647 m² di Pekon Kayuhubi, Kecamatan Pugung, Tanggamus, yang rencananya akan digunakan untuk pengembangan Kampus Universitas Bandar Lampung (UBL), diduga bermasalah. Komitmen jual beli yang telah didaftarkan pada notaris dengan salinan akta perjanjian komitmen fee nomor 55, tanggal 18 Juli 2024, dikabarkan diingkari oleh pihak pertama (penjual) dan pihak ketiga (pembeli), yang mengakibatkan kerugian materiil dan immateriil bagi pihak kedua.
Agus Sutoto, yang bertindak sebagai pihak kedua, mengungkapkan bahwa dirinya merasa dirugikan setelah pihak pertama dan pihak ketiga memutuskan kerja sama secara sepihak, tepat sebelum transaksi ketiga atau pelunasan pembayaran tanah tersebut. Agus menyebutkan kerugian materiil yang dialaminya, seperti biaya pemagaran lahan, pembelian pagar kawat, ongkos pekerja, biaya notaris, serta biaya perjalanan dari Tanggamus ke Bandar Lampung. Ia juga menyebutkan kerugian immateriil, karena telah meninggalkan pekerjaan pribadi untuk fokus mengelola lahan perkebunan tersebut selama berbulan-bulan.
Menurut Agus, lahan perkebunan seluas 40.647 m² telah dikelola bersama oleh ketiga pihak tersebut, termasuk pemasangan pagar, pembersihan lahan, hingga penanaman pohon enau, yang dihadiri oleh Profesor dan Dosen UBL, Camat, dan Kepala Dinas Pertanian Tanggamus.
Agus menyayangkan sikap pihak penjual dan pembeli yang mengingkari komitmen yang telah disepakati bersama di hadapan notaris hanya karena adanya selisih harga, yang sebelumnya telah disetujui. Dalam perjanjian tersebut, tercantum bahwa pihak pertama (penjual) akan menerima pembayaran sebesar Rp 1.200.000.000 dan tidak akan keberatan jika pihak kedua menawarkan harga yang lebih tinggi kepada pihak ketiga. Pasal 3 ayat 1 dalam perjanjian itu juga menyatakan bahwa perjanjian tersebut berlaku hingga pelunasan dilakukan oleh pihak ketiga.
Pada perjanjian Pengikat Jual Beli, harga tanah disepakati sebesar Rp 50.000 per meter persegi, dengan total harga pembelian mencapai Rp 2.032.350.000 (dua milyar tiga puluh dua juta tiga ratus lima puluh ribu). Selisih harga ini menjadi keuntungan pihak kedua sebagai perantara.
Lebih lanjut, dalam akta notaris, disebutkan bahwa pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua atau pembeli untuk mewakili pihak pertama dalam pelaksanaan jual beli.
Setelah pemutusan sepihak perjanjian, Agus sudah berusaha berkoordinasi dengan pihak pertama dan ketiga, namun belum ada kesepakatan yang tercapai. Ia masih menunggu itikad baik dari kedua pihak, berharap agar hak-haknya dalam kesepakatan tersebut bisa diterima.
Grafiknews mencoba mengkonfirmasi pihak pertama, Ahmad Alfikri, melalui sambungan telepon di nomor 085378035xxx, namun sambungan terputus tanpa penjelasan. Pesan WhatsApp yang dikirim juga tidak mendapatkan respons. Sementara itu, notaris Sumarsih menjelaskan bahwa dirinya tidak bisa memberikan penjelasan terkait hal ini, karena sesuai dengan SOP, ia hanya bisa berbicara kepada pihak penjual dan pembeli. Ia juga menyebutkan bahwa aparat penegak hukum perlu mendapatkan izin dari majelis wilayah untuk melakukan konfirmasi lebih lanjut. Ketika ditanya apakah pembatalan kerja sama tersebut sudah didaftarkan pada notaris, Sumarsih menghindar dengan memberikan jawaban yang serupa.(Zahiri)