*Rilis
BANDAR LAMPUNG — Melalui Pusat Studi Kota dan Daerah Universitas Bandar Lampung (PSKD-UBL), Gerakan Masyarakat Cinta Kota (Gema Kota) menggelar talkshow online perkotaan bertajuk “Masa Depan Wajah Kota Bandar Lampung”, Sabtu (06/06/2020). Talkshow ini menghadirkan narasumber yakni Ir.Anshori Djausal, M.T., Aditya Mahatidanar Hidayat, ST., MSc dosen Fakultas Teknik (FT) UBL, Dr. Dedy Hermawan seorang ahli kebijakan publi dan Bambang Pujiatmoko selaku penggerak masyarakat.
Rektor UBL, Prof. Dr. Ir. M. Yusuf S Barusman, MBA., yang membuka kegiatan tersebut mengatakan kita tahu persis sebagai warga kota khususnya Bandar Lampung apalagi jika dibandingkan dengan kondisi dulu dan sekarang terkait keamanan, kenyamanan, serta berbagai aspek lainnya, yang terasa sekali dampak buruknya. “Kita tahu bahwa kota itu tidak pernah tidur, kebisingan suara yang ditimbulkan juga tidak memiliki batasan apapun, dan hal ini juga tidak adanya aturan atau penegakan hukum yang pasti. Selain itu kita juga lihat apa yang terjadi di sepanjang trotoar jalan kota Bandar Lampung ini yakni hak pejalan kaki dirampas oleh pedagang-pedagang kaki lima, serta banyak lagi hak-hak kita sebagai warga kota yang cepat atau lambat kita akan merasakan dampak negatifnya,” ungkapnya.
Namun meski demikian hal inilah yang justru menjadi dasar bagi kita untuk ikut ambil bagian dalam menentukan desain penataan kota yang futuristik dan tidak berubah-ubah. Kita memiliki hak untuk menyuarakan sesuatu yang ideal, caranya yang pertama tentunya dengan mengedukasi semua pihak. “Dengan adanya kegiatan seperti ini tentu salah satu tujuannya dalah untuk mengedukasi semua pihak terkait bagaimana menentukan penataan kota yang baik. Narasumber yang ahli dan para akademisi ini diharapkan dapat saling berbagi pengalaman, jangan sampai persepsi publik dibangun oleh kepentingan politik yang menjerumuskan pada suatu kebijakan yang berdampak negatif atau bahkan turun-temurun,” tambah Yusuf.
Sementara Anshori Djausal menerangkan terkait Smart City yang mana menurutnya banyak kota yang sudah mencantumkan Smart City sebagai inisiatifnya kampus, tetapi ini tidak bermanfaat kalau kita tidak mampu mengimplementasikannya untuk membentuk wajah kota yang baik dengan keterlibatan semua pihak. “Jangan sampai masyarakat itu hanya diam saja tetapi juga bersama-sama ikut terlibat. Dulu bertahun-tahun yang lalu kita banyak mengacu pada kota yang trotoarnya lebih besar dan lebar dari jalan, karena ingin semua masyarakatnya tertarik untuk berjalan kaki dan bersepeda, namun ketika hal ini dilakukan justru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Barangkali ini harus menjadi pengalaman dan pertimbangan bagi kita untuk memilih kebijakan seperti apa yang nantinya benar-benar tepat,” papar Anshori.
Sedangkan Bambang Pujiatmoko selaku penggerak masyarakat ini menyinggung terkait sanitasi di kota Bandar Lampung. Kalau kita berbicara mengenai sanitasi maka kita juga berbicara mengenai sampah dan pengelolaan air limbah, hal ini kita akan fokuskan pada limbah rumah tangga khususnya tinja, karena tanpa kita sadari air dan sanitasi itu dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena apabila kondisi sanitasi buruk maka kondisi airnya juga akan buruk. “Dari hasil riset 2018 untuk memotret bagaimana kondisi sanitasi di Bandar Lampung, kami menemukan 91% warga Bandar Lampung sudah memiliki toilet, tetapi masih ada 9% warganya yang tidak menggunakan toilet. Dan dari 91% yang memiliki toilet tadi ternyata hanya 89% yang memiliki penampungan, lalu dari 89% itu hanya 11% yang melakukan penyedotan dan pegangkutan, serta dari total tersebut 0% yang melakukan pengolahan dan pembuangan. Hal ini tentu tidak dapat kita hiraukan begitu saja,” tutur Bambang.
Maka dari itu artinya sampai saat ini jumlahnya 0% di Bandar Lampung yang memiliki sanitasi aman. Dan apabila dilihat dari kondisi Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung, Kota Bandar Lampung itu memiliki kapasitas yang didesain sebesar 15 m3/hari tetapi mulai 2018 kita mendapatkan limbah tinja sebesar 60-90 m3/hari, dan hal ini membuat sanitasi di Bandar Lampung mengalami kolaps. “Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk memperbaiki hal ini yakni harus adanya komitmen Pemerintah Kota, peran semua masyarakat, adanya regulasi, kelembagaan yang baik, dan infrastruktur yang memadai,” pungkas Bambang.